Saya hampir meyakini sepenuh hati,
bahwa musim-musim paska ujian,UTS,UAS, selalu diisi oleh penantian
diumumkannya nilai hasil ujian. Setelah diumumkan, bermunculan reaksi yang
berlainan: pada polaritas positif, ada yang bersyukur, ada yang bersabar; pada
polaritas negatif, ada yang sombong, dan ada yang malah minder...
Sebelum masuk pada point
pembicaraan, saya ucapkan 'selamat' berbahagia untuk anda yang mendapat nilai
bagus, sebab itu adalah hadiah Tuhan atas kerja keras anda selama kuliah. dan
saya ucapkan 'semangat' untuk anda yang belum puas dengan nilai anda, karena
itu bukan akhir dari kehidupan anda. jadikan itu sebagai cambuk agar kita bisa
lebih semangat belajar lagi.
so, pentingkah sebuah nilai? apa
arti sebuah nilai? mari kita sepakati dulu definisi nilai: "indikator
tertulis atas hasil uji thd pengetahuan yang telah diajarkan", sepakat?
harus sepakat biar ga ribet.
kemudian, betulkah cara kita
memandang (perspektif kita) terhada NILAI? ini yang perlu kita cermati.
sebagian besar mahasiswa (saya bisa bilang 90%) terlalu menuhankan NILAI! ini
berbahaya...
kenapa? karena jika kita (anda dan
saya), belajar demi NILAI/MARK/POINT, maka orientasi anda akan mengarah menuju
nilai. dalam artian, anda akan melakukan apapun, yang penting nilai anda baik:
mencontek, menyogok, menipu dosen (jangan ditiru kecuali yang profesional
*sesuai sindirannya 'sang beruang' :D ), dsb.
kemudian, kalau kita berorientasi
nilai, maka ketika anda mendapatkan nilai jelek, maka anda akan MALAS BELAJAR!
ini fenomena, setiap mahasiswa mendapat nilai jelek, biasanya tidak terpecut
untuk lebih maju lagi. justru yang dapat nilai bagus, malah tambah semangat
belajar (pengalaman :) ). dan, kalau ini terus berlanjut, maka
jadilah persaingan tidak sehat, semacam 'free fight liberalisme': yang kuat
semakin kuat, dan yang lemah semakin lemah.
yang dapat nilai jelek semakin
malas, dan yang dapat bagus, semakin rajin... ini hal yang gawat. akhirnya
nanti kampus kita akan terjadi kesenjangan yang besar antara kelompok yang
"pintar" dan kelompok yang "tidak pintar". padahal (seperti
tulisan Fahmi Ilmi sebelumnya) kepintaran ini cuma dinilai dari uji pengetahuan
saja. bukan uji KOMPETENSI.
-----
jadi, bagaimana harusnya kita
memandang NILAI? ingat: out of the box. bukan saatnya lagi kita menuhankan
sesuatu yang bukan segalanya. kita harus bongkar kebiasaan kita. sekarang
saatnya orientasi kita pada: ILMU.
jika saja, seluruh mahasiswa
berorientasi pada ilmu, maka dapat kita bayangkan, mereka yang mendapat nilai
bagus akan semakin bersemangat, mereka yang mendapat nilai jelek, justru lebih
semangat lagi. karena mereka menyadari, bahwa mereka belum kompeten pada
matakuliah tersebut.
kemudian, yang mendapat nilai bagus,
akan berusaha mengajarkan kepada mereka yang kurang paham (sebab, anda harus
tahu, bahwa orientasi NILAI-lah yang menyebabkan 'si pintar' tidak mengajarkan
kepada yang lain, supaya dia selalu bisa mendapatkan NILAI yang tinggi. ingat:
persaingan tidak sehat)
temans, apalah gunanya nilai kita
tinggi, tapi tidak ada satu hal pun yang bisa kita implementasikan dalam bentuk
kebaikan kepada orang lain?
untuk apa IPK 4, jika saja manusia
disekililingnya tidak merasakan manfaat dari IPK yang tinggi tersebut? IPK itu
cuma diatas kertas!
apalah gunanya cum-laude, jika
kehadirannya tidak membangun ummat, bangsa, dan negara? cum-laude itu cuma
membanggakan pada saat wisuda!
apalah gunanya predikat
"pintar", jika cuma diraih dengan menyontek?
apalah hebatnya seseorang yang juara
1, tapi dia juara ditengah orang2 yang "tidak pintar" (anda akan
dibilang hebat jika bisa menjadi "salah satu pilihan dari yang
terbaik", bukan "pilihan yang terbaik dari kumpulan yang
terburuk")
mari kita berubah... kita tidak lagi
berorientasi pada NILAI yang justru tidak memberikan kemajuan apapun pada diri
kita. tapi, mari, kita berorientasi pada ILMU, dan PENGIMPLEMENTASIANNYA...
berpikir simple saja. kita tidak
pernah bertanya-tanya tentang nilai Magister dan Doktoral SBY kan? kita tidak
pernah bertanya tentang NILAI kuliah Jokowi waktu di UGM kan? kita tidak pernah
bertanya tentang nilai Roy Suryo di Ilmu Komunikasi kan?
tapi ternyata, yang kita tanyakan
adalah: apa yang telah SBY lakukan untuk rakyat? apa yang telah Jokowi
implementasikan dari pengalamannya menjadi walikota Surakarta? apa yang bisa
kita rasakan dari kompetensi Roy Suryo?
B.J Habibie, bisa dibilang bahwa
beliau adalah orang terpintar di Indonesia. tapi, kita tahu beliau orang
pintar, setelah menciptakan pesawat kan? baru kemudian kita mengatakan
"oh, pantas... dia summa cum laude..." beliau dipuji, karena
ciptaannya telah mengangkat nama bangsa.
seandainya beliau tidak mencipatakan
apapun, mungkin orang yang mengenalnya malah berkata "mana nih, yang
lulusan cum laude? kok ga ada perubahan apa-apa?"
-----
kalau kita bisa melihat orang lain
dari kompetensinya, lalu, kenapa kita menuhankan nilai untuk diri kita?
jadi, ingat:
nilai bukanlah tujuan kita!
kita belajar bukan untuk nilai!
kita belajar untuk menjadi orang
berilmu!
kita jadi orang berilmu untuk jadi
orang bermanfaat!
kita jadi orang bermanfaat untuk
jadi orang yang terbaik orang lain!
kita belajar, agar kita bisa
mengimplementasikan ilmu pengetahuan kita, dalam bentuk kebaikan bagi orang
lain....
nilai yang tinggi, tidak akan ada
gunanya ketika anda tidak bisa mengimplementasikan dalam hal yang real
bahkan, dunia kerja pun bukan malah
bertanya "nilai anda berapa?"...
tapi bertanya, "anda bisa
apa?"
------
0 komentar:
Posting Komentar