Sabtu, 06 April 2013

Saya hampir meyakini sepenuh hati, bahwa musim-musim paska ujian,UTS,UAS, selalu diisi oleh penantian diumumkannya nilai hasil ujian. Setelah diumumkan, bermunculan reaksi yang berlainan: pada polaritas positif, ada yang bersyukur, ada yang bersabar; pada polaritas negatif, ada yang sombong, dan ada yang malah minder...

Sebelum masuk pada point pembicaraan, saya ucapkan 'selamat' berbahagia untuk anda yang mendapat nilai bagus, sebab itu adalah hadiah Tuhan atas kerja keras anda selama kuliah. dan saya ucapkan 'semangat' untuk anda yang belum puas dengan nilai anda, karena itu bukan akhir dari kehidupan anda. jadikan itu sebagai cambuk agar kita bisa lebih semangat belajar lagi.

so, pentingkah sebuah nilai? apa arti sebuah nilai? mari kita sepakati dulu definisi nilai: "indikator tertulis atas hasil uji thd pengetahuan yang telah diajarkan", sepakat? harus sepakat biar ga ribet.


kemudian, betulkah cara kita memandang (perspektif kita) terhada NILAI? ini yang perlu kita cermati. sebagian besar mahasiswa (saya bisa bilang 90%) terlalu menuhankan NILAI! ini berbahaya...

kenapa? karena jika kita (anda dan saya), belajar demi NILAI/MARK/POINT, maka orientasi anda akan mengarah menuju nilai. dalam artian, anda akan melakukan apapun, yang penting nilai anda baik: mencontek, menyogok, menipu dosen (jangan ditiru kecuali yang profesional *sesuai sindirannya 'sang beruang' :D ), dsb.

kemudian, kalau kita berorientasi nilai, maka ketika anda mendapatkan nilai jelek, maka anda akan MALAS BELAJAR! ini fenomena, setiap mahasiswa mendapat nilai jelek, biasanya tidak terpecut untuk lebih maju lagi. justru yang dapat nilai bagus, malah tambah semangat belajar (pengalaman :) ). dan, kalau ini terus berlanjut, maka jadilah persaingan tidak sehat, semacam 'free fight liberalisme': yang kuat semakin kuat, dan yang lemah semakin lemah.

yang dapat nilai jelek semakin malas, dan yang dapat bagus, semakin rajin... ini hal yang gawat. akhirnya nanti kampus kita akan terjadi kesenjangan yang besar antara kelompok yang "pintar" dan kelompok yang "tidak pintar". padahal (seperti tulisan Fahmi Ilmi sebelumnya) kepintaran ini cuma dinilai dari uji pengetahuan saja. bukan uji KOMPETENSI.

-----

jadi, bagaimana harusnya kita memandang NILAI? ingat: out of the box. bukan saatnya lagi kita menuhankan sesuatu yang bukan segalanya. kita harus bongkar kebiasaan kita. sekarang saatnya orientasi kita pada: ILMU.

jika saja, seluruh mahasiswa berorientasi pada ilmu, maka dapat kita bayangkan, mereka yang mendapat nilai bagus akan semakin bersemangat, mereka yang mendapat nilai jelek, justru lebih semangat lagi. karena mereka menyadari, bahwa mereka belum kompeten pada matakuliah tersebut.

kemudian, yang mendapat nilai bagus, akan berusaha mengajarkan kepada mereka yang kurang paham (sebab, anda harus tahu, bahwa orientasi NILAI-lah yang menyebabkan 'si pintar' tidak mengajarkan kepada yang lain, supaya dia selalu bisa mendapatkan NILAI yang tinggi. ingat: persaingan tidak sehat)

temans, apalah gunanya nilai kita tinggi, tapi tidak ada satu hal pun yang bisa kita implementasikan dalam bentuk kebaikan kepada orang lain?
untuk apa IPK 4, jika saja manusia disekililingnya tidak merasakan manfaat dari IPK yang tinggi tersebut? IPK itu cuma diatas kertas!
apalah gunanya cum-laude, jika kehadirannya tidak membangun ummat, bangsa, dan negara? cum-laude itu cuma membanggakan pada saat wisuda!
apalah gunanya predikat "pintar", jika cuma diraih dengan menyontek?
apalah hebatnya seseorang yang juara 1, tapi dia juara ditengah orang2 yang "tidak pintar" (anda akan dibilang hebat jika bisa menjadi "salah satu pilihan dari yang terbaik", bukan "pilihan yang terbaik dari kumpulan yang terburuk")

mari kita berubah... kita tidak lagi berorientasi pada NILAI yang justru tidak memberikan kemajuan apapun pada diri kita. tapi, mari, kita berorientasi pada ILMU, dan PENGIMPLEMENTASIANNYA...

berpikir simple saja. kita tidak pernah bertanya-tanya tentang nilai Magister dan Doktoral SBY kan? kita tidak pernah bertanya tentang NILAI kuliah Jokowi waktu di UGM kan? kita tidak pernah bertanya tentang nilai Roy Suryo di Ilmu Komunikasi kan?

tapi ternyata, yang kita tanyakan adalah: apa yang telah SBY lakukan untuk rakyat? apa yang telah Jokowi implementasikan dari pengalamannya menjadi walikota Surakarta? apa yang bisa kita rasakan dari kompetensi Roy Suryo?

B.J Habibie, bisa dibilang bahwa beliau adalah orang terpintar di Indonesia. tapi, kita tahu beliau orang pintar, setelah menciptakan pesawat kan? baru kemudian kita mengatakan "oh, pantas... dia summa cum laude..." beliau dipuji, karena ciptaannya telah mengangkat nama bangsa.

seandainya beliau tidak mencipatakan apapun, mungkin orang yang mengenalnya malah berkata "mana nih, yang lulusan cum laude? kok ga ada perubahan apa-apa?"

-----

kalau kita bisa melihat orang lain dari kompetensinya, lalu, kenapa kita menuhankan nilai untuk diri kita?

jadi, ingat:
nilai bukanlah tujuan kita!
kita belajar bukan untuk nilai!
kita belajar untuk menjadi orang berilmu!
kita jadi orang berilmu untuk jadi orang bermanfaat!
kita jadi orang bermanfaat untuk jadi orang yang terbaik orang lain!

kita belajar, agar kita bisa mengimplementasikan ilmu pengetahuan kita, dalam bentuk kebaikan bagi orang lain....
nilai yang tinggi, tidak akan ada gunanya ketika anda tidak bisa mengimplementasikan dalam hal yang real
bahkan, dunia kerja pun bukan malah bertanya "nilai anda berapa?"...
tapi bertanya, "anda bisa apa?"

------
 (20 Januari 2013)

0 komentar:

Popular Posts

Labels

Diberdayakan oleh Blogger.

Followers